Tanggung Jawab Dalam Pengangkutan

Hukum pengangkut mengenal tiga prinsip tanggung jawab, yaitu tangung jawab karena kesalahan (fault liability), tangung jawan karena praduga (presumption liability), dan tangung jawab mutlak (absolut liability). Hukum pengangkutan Indonesia umumnya menganut prinsip tanggunga jawab karena kesalahan dan karena praduga.

a. Tanggung Jawab Karena Kesalahan

Menurut prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar kerugian yang timbul akibat kesalahannya itu. Pihak yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini dianut pada Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) Indonesia tentang perbuatan melawan hukum (illegal act) sebagai aturan umum(general rule). Aturan khusus di tentukan dalam undang-undang yang mengatur masing-masing jenis pengangkutan.

b. Tanggung Jawab Karena Praduga

Menurut prinsip ini, pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Akan tetapi, jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, ia dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian itu. Tidak bersalah artinya tidak melakukan kelalaian, telah berupaya melakukan tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin di hindari. Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan pengangkut. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia juga menganut prinsip tanggung jawab karena praduga. Apabila barang yang diangkut itu tidak diserahkan sebagian atau seluruhnya atau rusak, pengangkut bertanggung jawab mengganti kerugian kepada pengirim, kecuali dia dapat membuktikan bahwa tidak diserahkan sebagian atau seluruh atau rusaknya barang itu karena peristiwa yang tidak dapat dicegah atau tidak dapat dihindari terjadinya [Pasal 468 ayat (2) KUHD]. Dengan demikian, jelas bahwa dalam hukum pengangkutan Indonesia prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga kedua-duanya dianut. Prinsip tanggung jawab karena kesalahan adalah asas, sedangkan prinsip tanggung jawab karena praduga adalah pengecualian. Artinya, penggangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam penyelenggaraan penggangkutan, tetapi jika pengangkut berhasil membuktikan bahwa dia tidak bersalah/lalai, ia dibebaskan sebagian atau seluruh dari tanggung jawabnya.

Visit site : Maket Creator

 

c. Tanggung Jawab Mutlak

Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal adanya beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan dengan kalimat: “pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apa pun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini”. Dalam undang-undang pengangkutan, ternyata prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur. Hal ini tidak diatur mungkin karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha dibidang jasa pengangkut tidak perlu dibebani dengan risiko yang terlalu berat. Namun, tidak berarti bahwa pihak-pihak tidak boleh saja menjanjikan pengangkutan. Pihak-pihak boleh saja menjanjikan penggunaan prinsip ini untuk kepentingan praktis penyelesaian tanggung jawab berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Jika prinsip ini digunakan, dalam perjanjian pengangkutan harus dinyatakan dengan tegas, misalnya, dimuat pada dokumen pengangkutan.


Kunjungi juga link layanan logistik berikut:





Tidak ada komentar